Death to 2020

Death to 2020

Kalau Didi Kempot tenar dengan perkataannya bahwa bila patah hati lebih baik dijogeti saja, maka Netflixpun membuat hal yang sama. Death to 2020 adalah mockumentary yang membuat kita yang akhirnya berhasil melewati tahun “yang spesial karena sampai disebut dua kali, 20-20” tertawa, walau dengan getir, melihat perjalanan hidup manusia di tahun yang aneh ini.

Siapa yang tidak merasa bahwa tahun 2020 adalah tahun yang berat dan pahit? Mulai dari kebakaran hutan di Australia pada awal tahun, diikuti dengan virus Korona yang menjungkirbalikkan kehidupan hampir seluruh manusia di muka bumi, lalu kejadian-kejadian berbau rasisme yang memecah belah umat manusia, hingga ingar-bingar politik di Amerika Serikat yang konon sudah mapan tapi tiba-tiba terlihat kekanak-kanakan akibat tingkah segelintir orang. Hal-hal inilah yang sepertinya menarik pembuat serial Black Mirror yang terkenal di Netflix sebagai serial bertema “sisi gelap kecanggihan teknologi” untuk membuat sebuah mockumentary satiris.

Meskipun mockumentary, Death to 2020 menyajikan aktor dan aktris yang bukan main-main. Ada Hugh Grant yang berperan sebagai seorang sejarawan, Samuel L. Jackson sebagai seorang reporter media New Yorkerly News, dan Lisa Kudrow sebagai juru bicara tidak resmi kelompok konservatif. Mereka adalah jaminan bahwa mockumentary ini menarik untuk disimak kalau tidak mau dibilang lucu. Mockumentary ini berbentuk semacam wawancara yang memadukan kejadian-kejadian nyata dengan komentar satiris dari pada aktor dan aktris. Sehingga penonton bagaikan melihat tayangan dokumentasi berbobot ala kanal NatGeo atau History namun dengan kelucuan di sana-sini.

Bagi saya, film ini menarik untuk ditonton sebagai pengobat luka akan pedih dan getirnya tahun 2020. Setidaknya menonton mockumentary ini membuat tahun 2020 bisa diakhiri dengan sedikit senyum, menertawakan diri sendiri, menertawakan sesama manusia dengan aneka tingkah-polahnya, menertawakan kehidupan yang rupanya bisa mendadak jungkir balik, dan seperti kata pembuka tulisan ini, rasanya memang pahitnya hidup lebih baik dijogeti daripada ditangisi. Karena menangisinya hanya akan membuat kesedihan makin menjadi. Sedangkan senyum dan tawa, bisa jadi membuat orang lebih optimis.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *