April dan Pelajaran Melepas
Lagi-lagi saya kehilangan seorang teman yang baik. Tanggal 9 April, siang, saya dikagetkan oleh sebuah pesan singkat berisi permintaan maaf atas kesalahan-kesalahan almarhum teman saya yang diwakili oleh istrinya, yang juga adalah teman sekaligus mitra bisnis saya. Saking tidak percayanya akan berita itu, saya hanya terdiam dan tidak tahu harus mengucap apa. Bayangkan, saya tidak pernah sekalipun mendengar bahwa almarhum mengidap penyakit tertentu. Bahkan mendengar almarhum mengeluh sakitpun tidak. Akhirnya saya hanya bisa menghubungi teman yang lain untuk mengonfirmasi berita itu. Dan rupanya benar, almarhum meninggal.
Saya kehilangan seorang teman yang selalu berhasil menyegarkan suasana saat kami berkumpul dan membunuh rasa rindu untuk ngobrol dalam bahasa Jawa. Ya, kami tergabung dalam grup asal-asalan bernama “Jawa FM” yang kalau kumpul-kumpul isinya ngebanyol sambil memakai bahasa Ibu kami itu. Selamat jalan, Mas Udin. Semoga sampeyan berada di tempat yang lebih baik sekarang. Jembaro kubure, padango dhalane.
Bulan ini juga jangan-jangan jadi bulan yang penuh beberes. Saya beberes macam-macam mulai dari menata ulang letak barang-barang di dalam rumah sampai membongkar isi lemari Bapak-Ibu yang bak dihentikan oleh waktu, isinya tak pernah berubah sejak Beliau-Beliau meninggal hampir 5 tahun lalu. Ya, akhirnya pakaian Bapak-Ibu saya pindahkan ke gudang dan sebagiannya saya berikan kepada para pegawai. Lemari kemudian saya isi dengan barang-barang yang selama ini justru tidak mendapat tempat yang layak. Sekarang lemari-lemari itu jadi lebih bermanfaat.
Ada yang agak mengganggu saya bulan ini. Tanah di seberang tempat saya tinggal, yang konon beberapa bulan lalu diborong oleh seorang kaya raya, kini mulai diolah. Konon akan dijadikan kompleks vila. Bermacam alat berat digunakan untuk memotong tanah yang berbukit itu menjadi cukup datar. Sangat mengerikan. Suara yang berisik dan getaran alat-alat berat itu sungguh membuat saya senewen. Siang hari rasanya tidak tenang. Bahkan jendelapun tidak berani saya buka karena pekerja-pekerja di seberang sana akan bisa melihat aktivitas saya di dalam rumah bila jendela dibuka. Sungguh perasaan yang menyebalkan.
Di penutup bulan, saya mendengar kabar bahwa seorang teman baik yang sedang mengunjungi ibunya di Jakarta tertular Covid-19. Untungnya dia tidak bergejala parah. Hanya sedikit radang tenggorokan dan diapun memilih untuk isolasi mandiri di sebuah tempat yang menyediakan fasilitas untuk itu. Saya berusaha terus memantau keadaannya setiap hari sampai akhirnya dia bertanya apakah saya mau menerima dia dan ibunya yang mau melanjutkan isolasi mandiri di perkebunan saya ini. Tanpa pikir panjang, sayapun membolehkannya. Saya membuka rumah saya lebar-lebar untuk kedatangannya. Semoga saja semua berjalan sesuai rencana.
Bulan ini saya belajar untuk melepas. Melepas teman baik yang meninggal. Melepas pakaian Bapak-Ibu yang selama ini tidak pernah saya sentuh karena alasan sentimentil. Melepas rasa takut demi merengkuh seorang teman yang butuh tempat tinggal sehabis terkena Covid-19. Dan terakhir…melepas keinginan untuk mencatat keuangan dengan lebih baik karena rupanya saya gagal (lagi) dalam tantangan untuk mencatat keuangan secara rutin.