Pinjol dan Utang Piutang

Pinjol dan Utang Piutang

Pinjol? Siapa yang tidak kenal pinjol alias pinjaman online? Ya, zaman memang berubah. Saya teringat di zaman ayah dan ibu saya dulu, utang mereka hanyalah utang pembelian rumah lewat KPR/BTN. Selain itu mereka tak pernah punya utang lagi. Bahkan untuk beli mobilpun mereka menabung dulu dan kemudian membayarnya secara tunai. Mereka juga tidak pernah punya kartu kredit selama hidupnya. Semua dibayar tunai.

Tapi sekarang mana ada orang yang tidak punya utang? Hampir semua orang yang saya kenal punya utang baik kecil maupun besar. Ada yang berutang untuk membeli sepeda motor, ada yang berutang untuk membeli rumah, ada yang berutang untuk membeli apartemen, ada juga yang berutang untuk kebutuhan sehari-hari. Ya, zaman sekarang ini peruntukan utangpun bergeser dari yang tadinya untuk hal-hal besar dan pokok, menjadi untuk hal-hal yang tidak terlalu besar (bahkan beberapa adalah hal remeh) dan tidak pokok. Kenapa? Salah satunya adalah karena ada kemudahan baru untuk berutang.

Pinjol dan Kemudahan yang Ditawarkan

Pinjol adalah salah satunya. Dulu pilihan untuk berutang sifatnya lebih terbatas. Pinjam ke bank harus lewat prosedur yang panjang dan rumit. Syarat-syaratnyapun banyak. Utang dari koperasi bisa jadi adalah pilihan. Tapi ya syarat dan prosedurnyapun harus dilalui dengan sabar. Harus jadi anggota dulu, ada iuran wajib, dan lain-lain. Utang ke saudara atau teman? Bisa sih tapi mau seberapa besar? Ditambah lagi perasaan enggan juga malu kadang terasa lebih memberatkan daripada jumlah utangnya.

Pinjol berusaha menjawab itu semua. Dengan hanya bermodal gawai (dan paket internet), orang bisa mengunduh bermacam aplikasi pinjol yang hanya dalam hitungan menit sudah bisa mencairkan uang. Syarat-syaratnyapun dibuat semudah mungkin sehingga orang jadi begitu tergoda untuk memakainya meskipun untuk hal-hal kecil.

Pinjol
Foto: kontan.co.id

Kecepatan dan kemudahan yang ditawarkan pinjol selaras dengan zaman yang serba cepat (dalam berkonsumsi) seperti sekarang. Siapa sih yang nggak tahu flash sale? Itu lho, cara promosi dengan mendiskon harga secara gila-gilaan dalam waktu yang sangat singkat. Ya, flash sale sebenarnya bukan hal baru. Dari dulu ada toko pakaian yang pada jam-jam tertentu karyawannya menjerit-jeritkan diskon pada produk tertentu dalam waktu tertentu. Saat itulah pengunjung berdesakan saling rebutan barang yang sedang banting harga.

Tapi flash sale yang ditawarkan lokapasar berbeda. Orang tidak lagi perlu beranjak dari kursi untuk berbelanja. Rebutan barangpun tidak lagi harus berdesak-desakan. Cukup mengandalkan kecepatan jari dan barangpun langsung bisa didapat!

Tidak hanya itu, rebutan dan membeli barang flash sale juga tidak lagi harus menunggu saat uang ada. Uang tak adapun bisa ikut membeli barang incaran. Toh mumpung lagi murah kan? Kapan lagi? Kalau menunggu uang ada, ya keburu habis barangnya. Saat itulah pinjol beraksi!

Gali Lubang Tutup Lubang

Repotnya, kemudahan pinjol terkadang membuat orang terlena. Banyak yang jadi keenakan dan kemudian baru sadar kalau dia kewalahan membayar utang ketika utangnya sudah menggunung. Lalu apa yang terjadi ketika utang sudah tidak sanggup dibayar dengan uang sendiri? Ya utang lagi! Jadilah buka pinjol lainnya. Ini sebenarnya sudah jamak terjadi sejak zaman maraknya kartu kredit. Istilah gali lubang-tutup lubang adalah sesuatu yang sering kita dengar. Utang dari satu tempat untuk membayar utang di tempat lain.

Foto: kompas.com

Ketika gali lubang-tutup lubang sudah makin menggila maka akhirnya orang kembali ke cara lama. Utang ke orang tua? Utang ke saudara? Atau…utang ke teman? Ya begitulah yang terjadi akhir-akhir ini. Beberapa teman saya dengar terpaksa berutang ke teman lain karena terlilit utang pinjol dan di situlah lalu muncul permasalahan.

Ada pro dan kontra saat seseorang meminjamkan uang (memberi utang) ke teman lain yang terlilit utang pinjol. Teman yang pro mengatakan bahwa ya mau gimana lagi? Kasihan kalau tidak diutangi, bisa-bisa dia habis dimakan debt collector. Selain itu kan namanya juga teman sendiri, masak tidak dibantu saat sedang kesusahan?

Tapi teman yang kontra tidak kalah banyak. Umumnya mereka mempertanyakan bagaimana awalnya si teman yang terlilit utang itu jadi terlilit utang? Apakah utangnya untuk hal yang produktif dan darurat? Atau untuk hal-hal konsumtif yang bersifat remeh yang karena kebanyakan ya jadi besar utangnya. Kalau utangnya untuk hal-hal konsumtif, kenapa harus dibantu? Toh dia menikmati barang-barang itu.

Saya sendiri adalah orang yang cukup trauma memberi utang ke orang dekat. Mungkin karena saya orangnya tidak enakan. Jadi ketika orang dekat ini mangkir dari membayar utang pada saat yang telah ditentukan, saya tidak enak untuk menagihnya dengan keras. Akhirnya pembayaranpun mundur-mundur hingga tidak jelas kapan waktunya. Itu jelas merusak kepercayaan dan akhirnya membuat hubungan menjadi renggang.

Solusi

Menurut saya apapun bentuk utang, baik yang mudah maupun yang susah didapat, harus dikembalikan kepada esensinya. Utang bukanlah uang tambahan. Utang bukanlah uang milik kita. Walau banyak pinjol yang memakai bahasa manis bahwa seolah ada sekian banyak uang yang khusus dialokasikan untuk kita pakai, tetap saja itu bukan uang kita. Jadi jangan pernah berpikir bahwa ada uang tambahan untuk mengonsumsi sesuatu berkat adanya pinjol.

Utang memang sulit dihindari. Karenanya saat harus berutang pemikiran mendalam harus dilakukan. Apakah utang ini untuk kebutuhan pokok? Kebutuhan darurat? Atau sekadar untuk memenuhi keinginan?

Mumpung diskon? Sejak dulu godaan ini memang berat. Tapi setidaknya dulu kalau tidak ada uangnya ya tidak bisa beli. Nah, prinsip ini tetap berlaku walau mungkin terdengar usang. Kalau memang sedang tidak ada uang, ya jangan beli meskipun harganya terlihat murah.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *