Sisi Lain Cinta

Sisi Lain Cinta

Bicara tentang cinta, rasanya sih kebanyakan yang digambarkan adalah sebuah rasa yang berbunga-bunga, penuh kegembiraan, membuat mabuk kepayang, dan banyak hal penuh suka lainnya. Tapi bagaimana dengan sisi lain cinta yang membuat trauma, kesedihan, bahkan kematian? Tulisan ini bukan upaya untuk merusak suasana bulan penuh cinta yang baru saja kita lewati, tapi lebih pada melihat kenyataan bahwa mencintai orang lain kadang memang bukan jalan keluar untuk menemukan kebahagiaan.

Sisi Lain Cinta: Cinta yang Nggak Kesampaian

“There’s another kind of love: the cruelest kind. The one that almost kills its victims. It’s called unrequited love.”

The Holiday, 2006

Kalau bicara tentang cinta yang nggak kesampaian, saya langsung teringat ucapan Kate Winslet yang dalam film “The Holiday” berperan sebagai Iris seperti yang saya kutip di atas. Kisahnya ya dia menyukai teman sekantornya tapi tidak pernah berani mengungkapkan karena si orang ini selalu sedang bersama dengan orang lain. Herannya si orangnya ini selalu saja mendekat-dekat ke Iris seolah memberi harapan dan ketika Iris berharap, orang ini pergi lagi. Mungkin bahasa kiwarinya, ghosting ya. Dekat-dekat, memberi harapan, lalu menghilang.

Nah, berapa kali kita berada dalam situasi cinta yang nggak kesampaian ini? Saya sendiri sih tak terhitung rasanya berada dalam situasi ini. Penyebabnya? Macam-macam. Mulai dari nggak berani mengungkapkan cinta sampai ke ditolak mentah-mentah. Ya, ditolak tuh kan juga bentuk dari cinta yang nggak kesampaian ya.

Lalu bagaimana rasanya cinta yang seperti ini? Lagi-lagi Kate Winslet berhasil menggambarkannya dengan sangat baik: “the cruelest kind! The one that almost kills its victim” alias yang paling kejam, bentuk cinta yang hampir membunuh korbannya!

Sakit banget lah rasanya. Kayaknya sih di masa-masa itu saya sampai nangis segala ya.

Cinta yang Putus

Kalau tadi cintanya nggak kesampaian, yang ini cintanya sudah kesampaian, sudah berjalan, tapi lalu di tengah jalan putus, entah karena kedaluawarsa, hilang begitu saja, atau pindah ke lain hati. Eh, tapi memang cinta ada kedaluwarsanya ya? Saya sih salah satu orang yang percaya akan itu. Lagipula, mana ada sih yang kekal alias nggak ada kedaluwarsanya di dunia ini? Tinggal masalah waktu sajalah.

Tentang cinta yang putus ini saya beberapa hari lalu mendengarkan lagu yang sepertinya bisa menggambarkan dengan baik rasanya. Lagunya berjudul “Sial”, dinyanyikan oleh Mahalini.

Kira-kira rasanya bagi orang yang sudah terlanjur cinta lalu putus dan ditinggal pergi adalah hancur lebur sampai-sampai merasa sia-sia saja dia bertemu dengan cinta. Mendingan nggak usah aja sekalian. Kira-kira kalau dipanjangin akan gitu ya.

Bagaimana Filsafat Memandang Sisi Lain Cinta

Ada hal menarik yang pernah saya dengar dalam filsafat yang membicarakan tentang sisi lain cinta ini. Salah satunya adalah bahwa cinta semacam ini menyadarkan kita akan kefanaan.

Memang cinta yang sering digambarkan seolah-olah menimbulkan rasa keabadian, lihat saja di film-film atau buku yang bercerita tentang betapa heroiknya cinta. Ketika cinta sudah melekat, bukan hanya tahi kucing yang serasa cokelat, tapi juga bahwa si perasa cinta akan berani menantang bahaya bahkan maut sekalipun demi menunjukkan cintanya.

Lalu bagaimana sisi lain cinta ini justru menyadarkan kita akan kefanaan? Ya jelas, begitu rasa tak enak dari cinta itu menampar kita, maka muncullah kesadaran bahwa tak ada yang pasti apalagi abadi di dunia ini. Cinta yang menggebu di awal, akan redup dan padam pada akhirnya. Kesetiaan dan janji manis di awal akan luntur dan berkhianat juga pada akhirnya.

Pada sisi ekstrem dikatakan bahwa kita tak bisa hidup tanpa cinta karena cinta inilah yang mengingatkan kita akan esensi dari hidup kita sendiri yaitu mati.

Serem ya? Nggak heran kalau para pujangga sering meromantisasi kematian bahkan bunuh diri sekalipun. Karena rupanya ya memang cinta itu begitu dekat dengan kematian.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *