Hei! Ke mana aja?
19 Maret adalah hari terakhir saya menerbitkan tulisan di blog ini. Setelah itu, hidup saya memang morat-marit. Bahkan beberapa hari lalu ada teman yang bertanya: “Hei! Ke mana aja?” Sayapun mulai berpikir, iya juga, ke mana saja saya? Nah, mumpung hari ini libur dan saya bisa pulang ke rumah, maka saya menyempatkan untuk mencatat ke mana saja saya belakangan ini.
Hei! Ke mana aja? Ini alasannya.
Sebenarnya perubahan terbesar dari kehidupan saya dua bulan yang lalu adalah: saya mulai kerja kantoran lagi. Siapa sih yang mengira setelah puluhan tahun tidak bekerja kantoran tiba-tiba saya diajak seorang teman baik untuk ngantor lagi?
Nah, dengan saya mulai ngantor maka saya harus pindahan ke Jakarta. Kepindahan ini memberi efek lain yaitu saya jadi sering ikutan suami jalan-jalan ke kota-kota kecil. Dimulai dari Cirebon, Kuningan, Jatiwangi, Kadipaten, Sumedang, sampai ke Pandeglang, Serang, Anyer, Cilegon, lanjut ke Karawang, Purwakarta, Subang, bahkan menyeberang ke Pulau Pari segala. Tentu saja saya akan menceritakan perjalan itu di lain waktu. Tapi setidaknya itulah kemorat-maritan hidup saya yang pertama.
Perubahan berikutnya adalah karena ada dorongan kuat dan kebutuhan akan uang akhirnya saya menerima proyek menulis untuk media di luar negeri sana. Proyek ini sebenarnya sudah saya pegang sejak lama sih. Tapi selama ini saya selalu tidak pede dan menyerahkannya ke orang lain yang saya rasa lebih kompeten. Jadi saya hanya berada di belakang layar sebagai penelitinya saja. Nah, sekarang saya melakukan keduanya. Ya meneliti, ya menulis hasilnya. Ini jelas makan waktu, pikiran, dan tenaga lebih banyak.
Lucunya, perpaduan antara perubahan pertama dan kedua itu memunculkan efek lain yang tak kalah bikin morat-marit. Pertama, sebelumnya saya melakukan riset atau penelitian di rumah saya yang tenang di pucuk gunung. Sekarang saya harus melakukannya di tengah hiruk-pikuk kota Jakarta yang tak ramah pada orang-orang yang punya dua atau lebih pekerjaan seperti saya. Dengan kemacetannya, kota Jakarta telah meluluhlantakkan energi saya. Berangkat kerja macet. Pulang kerja tambah macet lagi. Nyaris waktu saya habis di jalan dan tak ada energi tersisa untuk berpikir apalagi melakukan riset dan penelitian. Akhirnya saya harus mendedikasikan hari di akhir pekan untuk mengerjakan proyek menulis ini. Sesuatu yang sampai saat ini masih terasa kurang nyaman.
Ada yang Didapat, Ada yang Dilepaskan
Dengan perubahan dan kesibukan di atas maka sayapun seperti berada di persimpangan. Di satu sisi saya senang karena bisa kembali dekat dengan teman-teman di Jakarta. Juga dengan kehidupan “normal” (baca: bersifat kapitalisme), seperti barang-barang bagus, makanan enak, pusat perbelanjaan mewah, dan lain-lain. Tak ketinggalan juga rasa nyaman dengan berbagai kemudahan di kota besar.
Namun di sisi lain sayapun kehilangan banyak hal. Yang terbesar tentu kenyamanan dan ketenangan. Bertahun-tahun hidup di desa, dengan udara segar ala pucuk gunung, membuat saya sesak tinggal di Jakarta. Selain itu ada pula waktu untuk melakukan hobi yang hilang karena perubahan ini. Menulis untuk blog ini salah satunya. Jadi terbengkalai. Lalu sayapun setidaknya jadi harus menunda sampai entah kapan rekaman podcast Mata Mata Kata bersama Kimi yang sudah masuk musim kedua. Belum lagi kehilangan uang yang bisa jadi kalau dihitung-hitung ya sama saja. Artinya tinggal di desa pengeluaran sedikit, tak perlu cari uang banyak-banyak bisa hidup. Di kota pengeluaran banyak, dapat uang banyakpun habis-habis saja.
Perubahan: Satu-satunya yang Pasti
Tidak ada yang abadi kecuali perubahan itu sendiri. Itu kata-kata yang sering saya dengar dari almarhumah Ibu. Memang benarlah kata-kata itu dan belakangan saya diingatkan kembali akannya. Dari hidup saya yang nyaman di pucuk gunung, kini saya harus berjibaku dengan kota yang meresahkan. Tapi ya begitulah hidup. Selalu ada tantangan baru yang harus dihadapi.
Saya jadi ingat tulisan ini. Saat itu saya menulis tentang “menemukan diri dalam pekerjaan”. Kini saya mempertanyakannya. Bisakah menemukan diri dalam pekerjaan saya sekarang? Ataukah saya hanya akan menjadi robot-robot ibu kota saja?
2 thoughts on “Hei! Ke mana aja?”
Waaah… Sepertinya seru menulis untuk media luar, Mas. Aku jadi kepo media apa dan di bidang apa? Hehehe.
Hahaha…tenaaanngg…ini media indi kok. Jadi tulisan2 saya di sana tidak terlalu berbahaya (baca: tidak terlalu penting).