Zona Nyaman
Setelah menantang diri sendiri untuk membentuk kebiasaan membaca buku, kali ini saya mencoba menantang diri sendiri untuk keluar dari zona nyaman dalam membaca. Iya, saya merasa bahwa membacapun punya zona nyamannya sendiri. Misal, saya selama ini hanya suka pada novel-novel berbau roman atau drama, karena di situ zona nyaman saya. Jadi saya hanya memilih dan membaca novel bergenre itu-itu saja. Ketika saya mencoba membaca genre lain, saya tidak kuat dan akhirnya berhenti di tengah jalan. Akibatnya, ya pengetahuan saya akan novel berhenti di situ-situ saja.
Nah, dalam rangka menantang diri sendiri itulah maka saya mulai membaca novel bergenre lain dan genre pertama yang saya pilih adalah genre yang paling tidak bisa saya nikmati selama ini yaitu genre fantasi. Pada genre ini, saya mencoba bertanya pada seorang teman, buku mana yang sebaiknya saya baca sebagai seorang pemula. Dia yang tahu bahwa saya suka serial “Game of Thrones” menyarankan untuk membaca buku “Realm Breaker” (2021) karya Victoria Aveyard.
Realm Breaker (2021)
Realm Breaker dibuka dengan adegan pertempuran sengit antara kelompok kesatria dan para sakti mandraguna yang ingin menyelamatkan dunia melawan Taristan yang telah berhasil membocorkan sebuah pintu menuju dunia lain, yang disebut sebagai Poros, yang darinya muncul pasukan mayat hidup dengan jumlah tak terkira. Pasukan inipun melibas para kesatria dengan mudah hingga akhirnya hanya tersisa dua orang yang berhasil melarikan diri. Mereka adalah Andry, seorang calon kesatria yang saat itu masih menjadi pesuruh, dan Domacridhan, seorang kesatria dari kelompok manusia kekal.
Realm Breaker bercerita tentang sebuah dunia yang disebut sebagai Ward, yang terdiri atas beberapa kerajaan dengan keunikan dan kekuatannya masing-masing. Mereka yang tadi selamat dari pembantaian mahluk-mahluk pimpinan Taristan lalu mencoba untuk kembali menyelamatkan dunia dengan membentuk sebuah kelompok kecil, dipimpin oleh seorang anak yang dianggap sebagai pewaris pedang Poros yang konon mampu menutup lubang yang telah dibocorkan oleh Taristan.
Buku pertama dari seri “Realm Breaker” ini lebih banyak membahas tentang latar belakang orang-orang yang kemudian berkelompok untuk menyelamatkan dunia ini. Ada juga sih petualangan seru mereka saat melintasi negeri-negeri dalam Ward, juga ketika mereka berdiplomasi pada beberapa kerajaan atau kelompok untuk membantu mereka melawan Taristan.
Nah, demi menyelesaikan tantangan membaca buku fantasi, saya membaca “Realm Breaker” dalam dua bahasa sekaligus: bahasa Inggris dan bahasa Indonesia. Kenapa? Karena buat orang yang tidak mengenal genre ini, saya takut tidak bisa mengartikan banyak istilah dalam bahasa Inggris yang akhirnya merusak keasyikan dalam membaca.
Tantangan pertama rupanya berhasil saya selesaikan dengan baik. Walaupun tantangan ini tidak serta-merta membuat saya jadi suka pada genre fantasi, tapi setidaknya saya tidak terlalu takut lagi pada genre yang identik dengan buku-buku tebal dan berseri-seri ini.
The Lost Village (2019)
Tantangan kedua dalam rangka keluar dari zona nyaman adalah membaca buku bergenre horor. Seingat saya sih saya tidak pernah membaca buku dalam genre ini. Makanya ini rasanya menantang betul. Apalagi saya membacanya dalam bahasa Inggris yang bukan bahasa ibu. Apakah saya akan berhasil mendapatkan rasa takutnya?
The Lost Village karya Camilla Sten yang terbit di tahun 2019 bercerita tentang Alice Lindstedt, seorang lulusan sekolah film, yang terobsesi pada sebuah desa tua yang seluruh penduduknya menghilang secara tiba-tiba bak ditelan bumi. Segala dokumentasipun dia kumpulkan, khususnya surat-surat milik neneknya yang dulu adalah warga desa tersebut namun karena bekerja di luar kota maka selamat dari peristiwa misterius yang tidak pernah ada jawabannya kenapa seluruh penduduk menghilang begitu saja.
Ketika merasa semua sudah siap, ia mengumpulkan kru yang terdiri dari 5 orang, untuk membantunya membuat film promosi agar film sesungguhnya nanti dapat didanai oleh sponsor. Merekapun memulai ekspedisi untuk menyelidiki desa yang mendadak kehilangan semua penduduknya ini.
Apakah akhirnya saya berhasil merasakan keseraman dari buku ini? Jawabannya IYA BANGET! Buku ini berhasil membuat bulu kuduk saya berdiri bahwa sampai berhenti membaca di malam hari saat saya sedang sendirian. Bagi saya, tantangan kedua ini benar-benar membuka pengetahuan baru bahwa walau bukan dalam bahasa ibu, buku bergenre horor rupanya bisa menumbuhkan rasa seram juga!
Weyward (2023)
Tantangan berikutnya untuk keluar dari zona nyaman adalah membaca novel dengan genre fiksi sejarah. Nah, apa lagi ini? Saya rasanya tidak terlalu banyak menyentuh novel dalam genre ini sebelumnya. Untuk itu saya mengambil referensi dari Goodreads dan memilih novel fiksi sejarah yang terpilih sebagai “Best Books 2023” dalam genre fiksi sejarah versi para anggota Goodreads, yang berjudul “Weyward” (2023) karya Emilia Hart.
Weyward bercerita tentang tiga orang perempuan di tiga zaman berbeda yang mengalami ketidakadilan dan pelecehan seksual. Dijalin dengan sangat apik dengan bungkusan kisah yang sesuai dengan zamannya masing-masing, buku ini benar-benar membawa saya pada pemikiran baru bahwa rupanya dalam setiap zaman, perempuan selalu saja berada dalam kelompok yang dipinggirkan. Saat mereka punya keahlian dan ingin melawan dominasi laki-laki, merekapun dituduh memiliki ilmu hitam, sakit jiwa, dan lain sebagainya.
Buku Weyward walau harus saya habiskan dalam rentang waktu yang cukup lama (10 hari), sungguh berhasil saya nikmati setiap halamannya. Tidak heran buku ini menjadi buku pilihan para pembaca di Goodreads.