Slow Living – Lakukan Segalanya Lebih Cepat!

Tulisan ini adalah bagian kedua dari seri pembacaan mendalam atas buku “In Praise of Slow” karya Carl Honore.

Pada Bab 1 yang berjudul asli “Do Everything Faster”, Carl Honore mengungkap asal-usul obsesi untuk melakukan segalanya dalam kecepatan tinggi.

Ia mengatakan bahwa pada awalnya manusia melakukan segala hal mengikut waktu yang diberikan oleh alam. Kapan waktu untuk bekerja, kapan waktu untuk beristirahat, kapan waktu untuk menanam yang disesuikan dengan musim, kapan waktu untuk menuai, segalanya bergerak selaras dengan alam.

Kemudian muncullah era revolusi industri. Saat inilah jam-jam buatan manusia mulai dipasang di setiap kota untuk mengatur pola hidup manusia. Revolusi industrilah yang mulai membuat manusia menghitung segalanya dengan uang. Pada masa ini, kerja manusia dihitung dengan jam yang kemudian dikonversi menjadi uang. Tak heran pada tahun 1748, Benjamin Franklin mulai mengenalkan istilah yang sampai hari ini masih menjadi mantra kapitalisme: “waktu adalah uang”.

Ya, kapitalisme modern memang datang satu paket dengan keharusan untuk segalanya dilakukan dengan waktu secepat-cepatnya. Pada era ini, kebanyakan penemuan manusia adalah pada teknologi yang dapat mempersingkat waktu. Awalnya memang demikian. Manusia sempat berpikir bahwa dengan makin canggihnya teknologi maka kita akan sangat terbantu dan jadi punya waktu luang yang lebih banyak. Tapi sayangnya itu tidak pernah terjadi. Justru semakin canggih teknologi, manusia bukan terbantu, tapi malah menjadi budaknya.

Banyak orang kemudian mengenang bagaimana alat komunikasi bernama telepon hanya ada di kantor atau rumah. Saat itu setelah meninggalkan kantor ya pekerjaan usai. Tidak ada yang mengirimi email di jalan dan harus kita jawab seketika. Atau mengirim pesan singkat dan bahkan menelpon saat kita sedang berlibur. Terbuktilah bahwa teknologi awalnya memang dicita-citakan untuk mempermudah hidup namun pada akhirnya banyak yang berakhir justru membuat manusia kehilangan kehidupan.

Selain adanya revolusi industri, Carl juga menunjukkan bahwa sebenarnya ada hal lain yang ikut mendorong manusia untuk terobsesi akan kecepatan. Seorang profesor filsafat dari universitas Toronto, Mark Kingwell mengatakan bahwa bisa jadi obsesi akan kecepatan berakar pada ketakutan manusia akan kematian. Manusia selalu mencari segala cara untuk mendistraksinya dari ketakutan ini dan akhirnya mencoba melakukan segala hal dengan kecepatan sebelum mati.

Pada bagian akhir bab ini Carl mengingatkan bahwa pada awalnya untuk setiap hal selalu ada waktunya. Waktu untuk lahir, waktu untuk mati, waktu untuk sakit, waktu untuk sembuh, waktu untuk berduka dan menangis, waktu untuk tertawa, waktu untuk mencinta, dan lain-lain.

Namun kemudian dunia modern seakan menghilangkan itu semua. Banyak orang mulai kehilangan waktu untuk dirinya di tengah ironi bahwa dunia modern memungkin manusia melakukan apapun kapanpun. Kecepatan teknologi telah memungkinkan manusia untuk berbelanja kapanpun secara daring, tidak lagi perlu mencari waktu khusus untuk pergi ke pasar atau toko. Kita juga bisa makan apapun tanpa menunggu musimnya. Bahkan manusia bisa makan sebanyak apapun karena rekayasa genetika dalam produksi pangan telah memungkinkan hal itu tanpa peduli kerusakan apa yang ditimbulkan pada alam.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *